Saturday 26 January 2013

Menuju Way Kambas (day 2) : Tulang Bawang itu jauuuh

im going to meet her :)

“Loh kenapa jadi ke Tulang Bawang?”

Kalau ngeh sama petanya Lampung, menuju Tulang Bawang itu seperti ‘kesasar bloon’ kalau memang tujuannya adalah Way Kambas karena totally beda arah hehe. Tapi kesanalah kami karena tujuan lain, menghadiri pernikahan salah satu teman (niat yah?!). Bukan pernikahannya yang akan saya ceritakan, tapi bagaimana perjalanan menuju kesana yang ternyata gak cuma jauh tapi menarik. Seperti kata pepatah lagi, it is not about the destination but the journey.

Trans Lampung
Senang rasanya banyak kota di Indonesia, yang sudah ‘berusaha’ membuat transportasi massal yang nyaman, harga terjangkau serta relatif aman, di Lampung contohnya adalah Trans Lampung. Dari yang saya pernah kunjungi, transportasi model shelter ini sudah ada di Jakarta, Bogor, Semarang, Solo, Jogja, Palembang dan semoga lebih banyak lagi. Tapi Trans Lampung ternyata punya keunikan sendiri.

Pagi-pagi sekali kami cari sarapan dan cari info bagaimana menuju Tulang Bawang. Dan ternyata kami harus ke Terminal Rajabasa, terminal besar di B.Lampung dan naik bus arah Way Abung. Lalu untuk menuju terminal bisa dengan angkot (disebut juga taksi) atau pakai jasa Trans Lampung. Kalau kata mas-mas pedagang pulsa mah “naik aja Trans Lampung arah Rajabasa, stop aja di pinggir jalan” Wahh! Tanpa shelter dengan bus setinggi itu? tapi dilihat-lihat memang jarang kelihatan bangunan shelter tempat bus-bus Trans biasanya berhenti.

Sunday 20 January 2013

Menuju Way Kambas (day1): ‘Ngeteng’ ke Bandar Lampung

Ngeteng? ya jalan lah..
Perjalanan ke pulau Sumatera kali ini memang bukan yang pertama, tapi ini jadi pengalaman saya pertama naik kapal ferry, lalu pertama kali bermalam di masjid, pertama kali naik gajah, sampai pertama kali didatengin polisi bak tersangka teroris. Rasanya campur aduk! Saya jadi ingat salah satu kalimat, “Kapan terakhir kali anda melakukan sesuatu untuk pertama kalinya?” kalau tidak bisa jawab, waktunya jalan-jalan. Jadi kesanalah saya, Lampung. 

Untuk menuju provinsi Lampung saya bisa saja menggunakan Damri dari Stasiun Gambir tapi nyatanya saya pakai jalur repot alias ‘ngeteng’. Mungkin sisi baiknya cara ini lebih murah bisa sampai setengah harga Damri serta waktu yang lebih fleksibel, tapi apakah ada sisi gak enaknya? ya ada tapi buat saya mah seru-seru aja lah hehe.

antri ni siap-siap ke kapal
Jam 6 pagi saya dan seorang teman meninggalkan rumah menuju Pasar Rebo untuk cari bus ke Merak. Infonya sih bus yang melayani rute Jakarta-Merak ada Primajasa, Arimbi, Bima Suci, Armada, Laju Prima yang semuanya sudah AC. Saya mah mana aja lah yang penting murah (padahal harganya sama semua) dan tak lama naiklah saya ke Arimbi yang untungnya masih kosong jadi nyaman bisa duduk manis dan lega. Mungkin karena masih pagi atau memang belum rezeki sang supir sudah keluar masuk tol nunggu di slipi, di kebon jeruk tapi bisnya tak kunjung penuh dan terjadilah, si Arimbi menurunkan kami di Serang, apes!! Alasan yang dipakai ‘busnya mau tambal ban’ tapi katanya penumpang yang mau ke daerah Serang gak usah ganti bus hehe. Jadi lebih lama lah saya sampai di Merak sekitar jam 10.30 siang.

cukup nyaman kok, kalau sepi hehe
Pelabuhan yang beroperasi 24 jam ini memang  bagus dan cukup bersih, walaupun harus jalan agak jauh menuju pelabuhan tapi disediakan jalur pedestrian yang berkanopi dan cukup nyaman apalagi memang sedang hujan. Beruntung saya berangkat masih cukup jauh dari liburan Natal-Tahun Baru jadi masih agak sepi penumpangnya. Di jalur pedestrian ini pun banyak pedagang jadi mudah kalau mau beli bekal dulu dan memang lebih baik beli diluar kapal. Ada satu percakapan lucu di dalam kapal ketika seorang bapak disamping saya menanyakan harga minuman kaleng ke perempuan muda yang menjualkannya. Ternyata harganya naik  5 ribu, si Bapak bilang “kayak di kapal aja!” si mbak cuma tersenyum.
So, mau beli Pop Mie 4 ribu di Indomaret atau 10 ribu di kapal?